Selasa, 23 Agustus 2011

Berdamai Dengan Sampah Kota


SEBELUM












SESUDAH




















Kelurahan Cambaya terletak di wilayah pesisir utara Makassar. Kelurahan ini tidak luas, sekira 0,50 km persegi dengan 5 RW dan 22 RT. Sebagai wilayah pesisir, mayoritas penduduk menggantungkan hidupnya pada laut, dan sebagian besar dari mereka menempati dan membangun rumah di pinggir pantai. Jadilah Kelurahan Cambaya identik dengan wilayah pasang surut.

Kelurahan Cambaya merupakan salah satu kelurahan paling padat dan kumuh di Kota Makassar. Akses jalan ke rumah penduduk hanya berupa gang-gang sempit selebar satu sampai dua meter. Umumnya penduduk di sana tidak memiliki pagar atau halaman rumah. Praktis tempat bermain anak-anak di wilayah itu hanya seputar gang ke gang sehingga jadilah gang-gang di perkampungan tersebut dipenuhi riuhan anak-anak, di tambah kumpulan ibu-ibu rumah tangga yang di saat sore hari menjadikannya sebagai ‘ruang informasi publik’.

Sebagai wilayah pesisir, Kelurahan Cambaya seringkali mendapat titipan sampah plastik kota yang tertinggal pada saat laut surut. Sampah yang ada terus menumpuk di pinggir laut dan akhirnya menggunung. Sampah laut ini bahkan telah masuk ke wilayah pemukiman penduduk dan bertambah parah saat musim penghujan.

Tumpukan sampah di Cambaya bukan hanya menggunung di pinggir laut melainkan juga di parit-parit bahkan di sudut-sudut gang yang kosong. Kondisi ini berlangsung selama bertahun-tanpa tanpa ada satu pun pihak yang berusaha menatanya. Tingkat pendidikan masyarakat di wilayah pasang surut ini yang mayoritas rendah serta kurangnya kesadaran masyarakat semakin memperburuk keadaan.

Gerah melihat kondisi di Cambaya yang semakin tahun semakin padat dan kumuh, Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar mulai memasukkan penataan kelurahan ini sebagai salah satu prioritas kegiatan di tahun 2009. Bermodal Rp74 juta dan didukung partisipasi masyarakat dilaksanakanlah konsep rencana pengelolaan sanitasi persampahan wilayah pasang surut melalui Sistem Pengelolaan Persampahan dan Perubahan Paradigma Pengelolaan Sanitasi Persampahan Keluarga Mandiri. Pemerintah kota juga menggandeng pihak ketiga untuk ikut serta mengelola Cambaya. Jadilah PT. Unilever Indonesia, Yayasan Peduli Negeri, serta LSM lokal bersinergi dengan pemerintah kota mendaur ulang Cambaya.

Beragam kegiatan dibentuk guna melibatkan warga dalam kegiatan ini. Kerja bakti, pertemuan dan pelatihan para kader lingkungan, pemilihan sampah, koin peduli lingkungan, pengomposan, lomba kebersihan antar RW se Kelurahan Cambaya, pembuatan tempat sampah seragam dan bank sampah RW, pembuatan pesan-pesan kebersihan di dinding/tembok, serta pembuatan kerajinan tangan dari daur ulang sampah menjadi kegiatan rutinitas di setiap RW Kelurahan Cambaya.

Salah satu bentuk kreativitas warga adalah irigasi air tetes. Inovasi irigasi air tetes menjadi solusi atas minimnya air tawar di daerah tersebut. Pada dasarnya irigasi air tetes ini dipergunakan untuk kebutuhan air tanaman hias. Inovasi ini memanfaatkan sampah botol plastik yang berasal dari laut sebagai tempat penampung air tanaman. Mulut botol yang telah diberi lubang kecil untuk jalan keluar air diposisikan terbalik dan diikat pada sebatang kayu kecil yang sudah ditancapkan dalam pot tanaman. Dengan cara demikian air dari botol akan keluar setetes demi setetes membasahi tanaman. Kebanyakan warga Cambaya yang menggunakan irigasi air tetes ini memanfaatkan air tajin beras.

Kreativitas lainnya adalah memanfaatkan sampah laut berupa botol-botol plastik sebagai pot bunga, yang bukan hanya ditempatkan di depan halaman warga melainkan juga dipasang di tembok-tembok dan dinding-dinding luar rumah. Tanah yang digunakan pun memanfaatkan limbah laut dan berasal dari lumpur drainase.

Upaya-upaya di atas menghantarkan Makassar layak mendapatkan penghargaan manajemen pengelolaan persampahan. Kelayakan tersebut bukan hanya semata dari kreativitas pemerintah kota yang merangkul pihak swasta dan masyarakat, namun juga ditunjang dari persepsi positif warga serta anggaran lingkungan hidup yang tersedia dalam APBD. Memang hanya satu kelurahan dari sekian banyak kelurahan yang tersebar seantero Makassar. Namun jika dikelola dengan maksimal dan fokus akan menghasilkan dampak positif yang besar.

Dari sisi survey publik, respon positif masyarakat yang diwakili 10 kelompok masyarakat menempatkan Makassar berada di urutan kelima diantara 23 kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Selatan. Urutan pertama hingga keempat diraih Kota Parepare, Kabupaten Luwu Timur, Gowa, dan Sidrap.

Dari sisi eksisting data anggaran APBD, Kota Makassar berada di urutan ketiga setelah Kabupaten Bantaeng dan Barru. Bahkan rasio anggaran lingkungan hidup terhadap total belanja APBD Kota Makassar sebesar 0,0319 merupakan rasio tertinggi di antara kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Selatan. Dari sisi anggaran lingkungan per jumlah penduduk, Makassar yang menganggarkan dana sebesar Rp32.468 per penduduk berada di urutan kedua. Urutan pertama ditempati Kabupaten Sinjai yang mampu menganggarkan dana lingkungan Rp33.849 per jiwa. Berada di urutan kedua sebenarnya sudah merupakan sebuah prestasi bagi Makassar mengingat jumlah penduduk yang berdiam di kota sebanyak 1.271 juta jiwa. Suatu jumlah yang sangat besar dibanding kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Selatan.

Kreativitas dan inovasi yang dilahirkan Makassar menjadi bukti bahwa komitmen pemerintah kota, semangat partisipasi warga, kontribusi swasta, serta dukungan anggaran mampu menjadi ‘tongkat ajaib’ yang merubah wajah kumuh Kelurahan Cambaya menjadi kelurahan yang hijau, bersih, nyaman dan menyenangkan. Sampah memang tidak harus dijauhi karena sudah menjadi bagian dari hidup, sebaliknya berdamailah dengan sampah dengan cara mengolah dan memanfaatkannya sebaik mungkin. (m_milawaty@yahoo.com)