Minggu, 22 Mei 2011

Membangun Desa Energi Berbasis Partisipatif


Wajah Jaffar (34 tahun) terlihat berseri-seri. Melalui layar TV, warga Desa Bacubacu ini sudah dapat menikmati cantiknya tendangan kaki Irfan Bachdim menyodok ke gawang lawan. Raut bahagia juga terbersit di raut wajah Bu Maryati (43 tahun). Sudah beberapa bulan ini perempuan paruh baya ini setiap pukul tujuh malam menikmati sinetron favoritnya.

Gambaran di atas hanyalah dua diantara sekian kegembiraan masyarakat terhadap kegiatan pemerintah Kabupaten Barru yang sifatnya bottom up. Inovasi-inovasi apa lagi yang mampu dilakukan kabupaten yang berpenduduk 161.732 jiwa ini? Berikut laporannya.

Milawaty

Peneliti FIPO

Perubahan yang sangat nyata memang terlihat di wajah desa yang selama berpuluh-puluh tahun lalu tak pernah tersentuh oleh listrik. Secara geografis Desa Bacubacu kurang ekonomis untuk sumber energi bagi PLN karena memerlukan investasi yang besar untuk mencapai wilayah ini.

Alternatif yang dicoba untuk memenuhi kebutuhan akan sumber daya energi adalah penggunaan genset. Sayangnya biaya operasionalnya terlampau besar bagi masyarakat yang sebagian besar hanyalah seorang pekebun. Di pihak lain alam menyediakan sumber air yang memadai yang dapat dimanfaatkan sepanjang tahun sebagai sumber energi alternatif. Dengan kenyataan alam yang ada maka teknologi yang sangat memungkinkan dikembangkan adalah pemanfaatan sumber daya air dengan teknologi mikrohidro.

Bermodal sumber daya air yang berlimpah, di tahun 2006 dilaksanakanlah musyawarah kelompok untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Musyawarah kelompok yang dihadiri oleh masyarakat desa Bacubacu (Dusun Ammerung, Ampiri, Batulappa) menyepakati membangun PLTMH guna mengatasi persoalan kebutuhan energi untuk penerangan. Pemilihan PLTMH didasari oleh ketersediaan SDA air sungai yang dapat dimanfaatkan.

Melalui kerjasama antar warga maka pada tahun itu juga dibangun 1 unit PLTMH yang berlokasi di Dusun Batulappa dengan kapasitas 20.000 watt. Di tahun yang sama namun di bulan yang berbeda, di Dusun Ampiri dibangun pula 1 unit PLTMH berkapasitas 20.000 watt. Kedua pembangunan tersebut sepenuhnya merupakan swadaya murni masyarakat. Pembangunan PLTMH dilakukan secara swadaya mulai pengadaan dan pembelian alat, pemasangan, hingga perawatan. Tua-muda, laki-perempuan, semuanya bahu membahu mengusir gelap.

Di tahun 2007, masyarakat kembali berpartisipasi membangun 3 unit PLTMH masing-masing 1 unit di Dusun Ammerung dengan kapasitas 10.000 watt, dan 2 unit di Dusun Ampiri berkapasitas 5.000 watt. Selanjutnya di tahun 2008 kembali dibangun 4 unit PLTMH, lagi-lagi dengan partisipasi murni masyarakat. di tahun tersebut 2 unit PLTMH dibangun di Dusun Ammerung dengan masing-masing kapasitas 5.000 watt, dan 2 unit lagi di Dusun Batulappa yang berkapasitas 3.000 watt dan 5.000 watt.

Keberhasilan demi keberhasilan membangun unit-unit PLTMH masih terus mengilhami masyarakat untuk terus membangun, terutama setelah menyaksikan antusiasme masyarakat desa untuk mengusir kegelapan di desa mereka. Karenanya di tahun 2009 dan 2010 kembali dibangun masing-masing 1 unit PLTMH di Dusun Ammerung dan Batulappa dengan kapasitas setiap unit 3.000 watt. Bahkan di tahun 2011, pembangunan terus berlanjut.

Hingga awal tahun 2011, jumlah PLTMH di desa berketinggian sekira 1.200 mdpl ini berhasil membangun 13 unit PLTMH berkekuatan 101 KWH dengan swadaya murni.

Kelembagaan Pengelola PLTMH

Berdasarkan hasil kesepakatan masyarakat, pengelolaan PLTMH memanfaatkan OMS setiap dusun.

1. Dusun Amerung 4 unit PLTMH masing-masing diketuai oleh ketua OMS setiap unit

2. Dusun Ampiri 4 unit PLTMH masing-masing diketuai oleh ketua OMS setiap unit

3. Dusun Batulappa 4 unit PLTMH masing-masing diketuai oleh ketua OMS setiap unit

Tugas masing-masing kelompok pengelola PLTMH

1. Melakukan penyambungan dari rumah ke rumah

2. Melakukan monitoring dan perbaikan apabila terjadi kerusakan

3. Melakukan pemeliharaan

4. Melakukan pemungutan iuran kepada pelanggan sebesar Rp. 5.000/bulan. Hasil iuran dari pelanggan dimanfaatkan untuk biaya operasional dan biaya pemeliharaan (situasional). Ada kelompok yang tidak memungut iuran.

Untuk menjamin kontinuitas kegiatan ini ditempuh dua pendekatan :

  1. Memberdayakan kelompok-kelompok pengguna
  2. Pelestarian sumber daya air yang menjadi sumber utama dengan upaya pelestarian sumber daya hutan di daerah hulu sungai

Keberhasilan di atas menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat bukanlah sebuah keniscayaan. Modal awalnya cukup kepercayaan pemerintah terhadap potensi masyarakat, yang jika dimaksimalkan akan memunculkan kekuatan yang luar biasa. Bukankah tujuan akhir pembangunan tetap berpulang ke masyarakat?*** (m.milawaty@yahoo.com)

1 komentar:

  1. Tks Mila for your valuable posting and hoping that folks are there will more enjoy their life with their effort.

    BalasHapus