Selasa, 12 Juli 2011

BEST PRACTICES BIROKRASI PROVINSI GORONTALO

Menurut sejarah, jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Parepare, dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam di Indonesia Timur. Gorontalo terbentuk menjadi provinsi berdasarkan UU No. 38 tahun 2001 sebagai provinsi ke-32, yang merupakan pecahan dari Provinsi Sulawesi Utara. Provinsi Gorontalo terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolongo, dan Kota Gorontalo.

Secara mayoritas penduduk di Provinsi Gorontalo bermata pencaharian sebagai petani karena sekitar 463.649.09 Ha merupakan areal yang sangat potensial sebagai lahan pertanian,tetapi baru 148.312,78 Ha yang dimanfaatkan. Sebagai provinsi agropolitan di mana sektor pertanian yang merupakan sektor penggerak dan pendukung utama perekonomian masyarakat, prioritas pengembangan selama lima tahun ke depan dititikberatkan pada komoditas jagung.

Dalam usaha untuk memajukan dan menyejahterakan masyarakat Provinsi Gorontalo, pemerintah daerah mengambil langkah untuk melakukan reformasi birokrasi. Ada dua hal yang menjadi fokus dalam reformasi birokrasi Pemprov Gorontalo. Pertama, meningkatkan kapasitas manajerial bagi birorat (pengembangan SDM) . Kedua, meningkatkan kapasitas sistem operasi. Yang pertama lebih pada aspek peningkatan kapasitas SDM aparatur terutama terkait dengan peningkatan kompetensi dan juga spirit kewirausahaan. Sedangkan yang kedua terkait dengan rekayasa (reengineering) ketatalaksanaan dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Adapun locus reformasi yang dijalankan untuk mengenergized kapasitas manajemen pemerintah daerah adalah : a) reformasi terhadap manajemen sdm aparatur, b) reformasi manajemen keuangan daerah, dan c) reformasi teknologi informasi.

Model yang dikembangkan oleh Fadel Muhammad (FM Model) dalam meningkatkan kapasitas dan kinerja pemerintah daerah terdiri dari tiga aspek. Ketiga aspek ini yang menjadi trigger atau berpengaruh langsung terhadap pembangunan kapasitas manajemen berwirausaha, yakni kondisi lingkungan makro, budaya organisasi, dan warisan lokal.

(1) Dalam program unggulan pengembangan SDM, fokus pengembangannya adalah sebagai berikut :

(a) Kebijakan pendidikan berbasis kawasan. Pendidikan diarahkan mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Yang dimaksud berbasis kawasan adalah menyesuaikan kurikulum sekolah dengan potensi wilayah/daerah (memetakan daerah, membentuk sekolah dan kurikulum sesuai dengan potensi wilayah. Misalnya daerah pesisir difokuskan pada perikanan dengan sistem 70% praktek dan 30% teori. Provinsi menanggung biaya dan kurikulum, sementara pelaksanaannya oleh kabupaten/kota.

Untuk pengembangan pendidikan menengah atas dan tinggi pada pendidikan menengah dilakukan pembangunan SMPK Pertanian dan Perikanan serta peningkatan infrastruktur pendidikan berbasis kawasan. Sedangkan untuk pendidikan tinggi dilakukan perintisan Politeknik Pertanian dan Perikanan (semi pemerintah) dengan subyek pengolahan hasil pertanian dan perikanan.

(b) Penanggulangan kemiskinan. Untuk penanggulangan kemiskinan, tersedia beasiswa “Program Gorontalo Siap”, yaitu beasiswa yang disiapkan untuk anak yang punya kemampuan namun tidak mempunyai biaya untuk sekolah dari SD hingga SMA. Selain itu ada juga beasiswa “Program Gorontalo Unggul” yaitu untuk anak yang akan sekolah setelah lulus SMA ke perguruan tinggi. Dalam bidang pendidikan ini juga anak yang telah lulus (sarjana) diarahkan untuk kembali ke daerah asal masing-masing untuk mengembangkan desanya. Untuk itu dalam rangka mengatasi sarjana pengangguran, mereka diperbolehkan menggunakan lahan HGU yang selama ini terlantar untuk berusaha di bidang pertanian/perikanan.

(c) Pembinaan/pengkaderan SDM pemerintahan yang memiliki semangat kewirausahaan, inovatif, cerdas dan memiliki pengabdian yang tinggi. Pada bagian ini pegawai didorong mengembangkan kemampuan melalui pendidikan formal (tugas belajar dan izin belajar dengan jurusan yang diatur sesuai kebutuhan daerah) dan nonformal (training mind setting)

(2) Strategi peningkatan hasil pertanian dilakukan dengan :

(a) Membangun sembilan pilar, yaitu perbaikan benih, sarana prasarana, irigasi, alat, peningkatan SDM, penyuluh, penelitian, pengendalian hama dan penyakit.

(b) Melakukan ekstensifikasi dengan menanam jagung di antara pohon kelapa

(c) Membentuk BUMDes dalam bidang pertanian, khususnya jagung

(d) Memberikan pinjaman modal pertanian, bantuan bibit, dan mencarikan pasar untuk eskpor jagung.

(e) Menetapkan harga dasar jagung untuk menjamin kestabilan harga. Harga ini dinaikkan setiap tahun agar tengkulak mati

(3) Pengembangan ekonomi kelautan dengan sasaran peningkatan kinerja sektor perikanan dan pengembangan wilayah pesisir. Fokus pengembangannya meliputi : pengembangan perikanan tangkap, pengembangan budidaya perairan (rumput laut), pengembangan pelabuhan perikanan, konservasi dan wisata bahari, pengembangan SDM, pengembangan desa nelayan, pengembangan pelabuhan udara cargo, pengembangan kota pantai, pengembangan marine industry, pengembangan pulau-pulau kecil, dan pengembangan energi dan komunikasi kelautan.

Di samping terdapat tiga program unggulan tersebut di atas, Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo juga telah mengembangkan adanya program penunjang, yang meliputi :

(a) Kesehatan mandiri melalui pengembangan SDM, pelatihan kader, pengobatan gratis, penurunan gizi buruk, dan kegiatan P3K dengan menggunakan puskesmas keliling.

(b) Pengembangan investasi dengan menerbitkan Perda No. 02 Tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Kemudahan Penanaman Modal. Selain itu dilakukan beberapa kebijakan dengan fokus : pewilayah komoditas, kerjasama antara wilayah, sistem jaringan investasi, dan promosi investasi.

(c) Meminimalkan biaya rutin. Menggunakan mobil sewa untuk mobil operasional pejabat eselon tiga. Mobil yang disewakan harus berplat Gorontalo agar pajak dan retribusi tetap ke daerah.

(d) Pengembangan media transportasi yang meliputi angkutan penyeberangan (Kapal Feri KMP Baronang), angkutan darat (Trans Sulawesi), angkutan udara (Sriwijaya Air dan Lion air), serta angkutan laut (Celebes Cruize)

Selain adanya tiga program unggulan dan tiga program penunjang, pemerintah propinsi juga melakukan inovasi, yaitu dengan melakukan strategi di bidang kelembagaan, tatalaksana, dan sumber daya aparatur, di mana hal ini dilakukan secara intern pada susunan organisasi sendiri.

(1) Strategi kelembagaan.

(a) Membentuk wakil kepala dinas di beberapa unit organisasi yang melaksanakan program-program unggulan. Kepala dinas nantinya lebih fokus ke eksternal organisasi, sedangkan wakil kepala dinas pada internal organisasi.

(b) Untuk efektifitas pembinaan kepegawaian, dilakukan penggabungan lembaga pengelola diklat dan lembaga pengelola kepegawaian.

(c) Membentuk lembaga teknis daerah, yaitu Badan Pusat Informasi Jagung

(d) Pada dinas dan badan, fungsi pengelola keuangan ditangani oleh satu bidang tersendiri yang terpisah dari sekretariat. Bagian keuangan di dinas dan badan dinaikkan eselonnya dan kemudian diikuti dengan pembenahan tata laksana seperti penggunaan sistem online antara BKD dan masing-masing SKPD sehingga urusan keuangan menjadi lebih mudah dan cepat.

(2) Strategi tata laksana

(a) Melakukan perubahan mindset birokrasi dari yang kaku menjadi luwes, wira usaha, budaya kerja, dan visi – misi mulai dari tingkat yang paling atas. Perubahan ini ditopang dengan berbagai training perubahan pola pikir dan perilaku bekerja sama dengan satu lembaga di Jakarta

(b) Adanya kesamaan pandang antara eksekutif dengan legislatif

(c) Dilakukan upaya kelembagaan berbagai mekanisme/prosedur dan tata kerja melalui berbagai peraturan sebagai upaya penguatan sistem

(d) Penggunaan teknologi informasi (website, sms) untuk menyampaikan berbagai informasi pemerintahan dan informasi/undangan rapat. Semua pejabat diharuskan tidak mematikan HP walau sudah bukan jam kantor.

(e) Diterapkannya manajemen kinerja untuk para pegawai dari tingkat paling atas sampai dengan tingkat terbawah.

(3) Strategi sumber daya aparatur

(a) Dilakukannya lelang jabatan dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada pegawai. Penilai berasal dari tim panel khusus (salah satu unsurnya dari perguruan tinggi) yang akan menilai kelayakan calon dan selanjutnya menyampaikan rekomendasi kepada gubernur.

(b) Meng-hire pegawai dari daerah lain ataupun dari pemerintah pusat untuk jabatan-jabatan tertentu yang membutuhkan keahlian khusus dan belum dimiliki oleh SDM yang ada di Gorontalo.

(c) Melaksanakan sistem remunerasi baru dengan adanya Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) yang dianggarkan dari DAU berdasarkan kinerja pegawai yang dinilai dengan kontrak kinerja.

Keberhasilan yang telah diraih

Program reformasi yang dijalankan oleh Pemerintah Propinsi Gorontalo dalam waktu kurang lebih satu tahun telah berhasil mengangkat tingkat perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Indikator yang bisa digunakan unutk melihat dua keberhasilan tersebut antara lain angka pertumbuhan ekonomi, indeks pengembangan sumber daya manusia (HDI), dan tingkat kemiskinan.

Berdasarkan pada kinerja pencapaian pertumbuhan ekonomi, Propinsi Gorontalo mencatat pertumbuhan ekonomi yang fenomenal dan selalu berada di atas rata-rata nasional. Pada tahun 2001, pertumbuhan ekonomi Gorontalo berada pada angka 5,49 persen atau berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada angka 3,8 persen. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang menunjukkan trend positif, Gorontalo secara konsisten terus mengikutinya dan bahkan berada di atas nilai pertumbuhan rata-rata nasional. Bahkan saat tahun 2006 terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi nasional, Gorontalo tetap menjaga stabil pertumbuhan ekonominya dan bergerak pada kisaran 7,35 persen.

Indikator lain yang bisa dijadikan tolok ukur adalah kemajuan dalam pembangunan SDM daerah yang diukur dari Indeks Pembangunan manusia (IPM/HDI). Pada saat GOrontalo terpisah dari Sulawesi Utara, HDI Gorontalo sangat rendah yakni 64,13 persen, sedangkan HDI rata-rata nasional berkisar pada angka 65,83 persen. Empat tahun kemudian, Gorontalo dapat mnegejar ketertinggalan sehingga mencapai 68 persen, meskipun masih berada di bawah rata-rata nasional yang pada tahun 2005 berada pada angka 70,1 persen.

Pada saat Gorontalo memisahkan diri jumlah masyarakat miskin tahun 2002 adalah 32,13 persen berada di atas jauh dari rata-rata nasional yang berjumlah 18,2 persen. Kondisi ini jelas berimbas kepada kemampuan dan kapasitas masyarakat untuk menjalankan atau berpartisipasi dalam pembangunan. Kemiskinan jelas akan dekat sekali dengan ketidakberdayaan baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Untuk itu sebagai upaya untuk memutus mata rantai kemiskinan ini, berbagai program dilaksanakan, diantaranya adalah program pengembangan SDM yang berbasis pada kebutuhan lokal. Hasilnya pada tahun 2007 jumlah masyarakat miskin bisa diturunkan menjadi 27,35 persen atau turun sekitar 5 persen.

Keberhasilan Propinsi Gorontalo dalam mengejar ketertinggalan dengan propinsi lain telah mendapatkan berbagai apresiasi dari pemerintah pusat, seperti "Penghargaan Prakarsa Pembangunan Manusia Indonesia (2007)" dan penghargaan "Meretas Ketertinggalan Award" serta berbagai penghargaan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar