Rabu, 13 Juli 2011

SEJUTA KANTONG AIR DI DAERAH KAYA AIR

Pagelaran akbar yang helat FIPO beberapa hari lalu masih menyisakan euforia di wajah-wajah pemenang Otonomi Award 2011. Salah satu daerah yang mampu memboyong award di pertumbuhan ekonomi sekaligus menggandengkannya dengan grand award adalah Kabupaten Wajo. Daerah pemilik Danau Tempe ini berhasil menempatkan program “Sejuta Kantong Air” di posisi teratas pada kategori pemerataan ekonomi. Apa dan bagaimana sepak terjang program ini dalam kompetisi inovasi sepanjang tahun 2010 lalu? Berikut ulasannya.

Milawaty

Peneliti FIPO

Keberhasilan program “Sejuta Kantong Air” pada Otonomi Award 2011 kemarin bukanlah semata-mata hasil kerja keras pemerintah. Sejuta Kantong Air hanya tiga patah kata yang niscaya tak akan bermakna tanpa dukungan masyarakat. Masyarakat selaku penerima manfaat dari program turut pula “berbicara” dan memberikan andil besar dalam kesuksesan program. Demikian halnya dengan data-data sekunder tahun anggaran 2010, yang secara umum mencakup sebelas item pemerataan ekonomi.

(Sumber : Hasil Olah Data Primer, 2011)

Dengan nilai inovasi 50.42 poin, Kabupaten Wajo melaju meninggalkan kabupaten/kota lainnya. Inovasi itu sendiri berasal dari perolehan nilai FIPO ditambah dengan penilaian masyarakat sasaran di mana program tersebut berlangsung. Di bawah Wajo nampak Kabupaten Barru, Bantaeng, Pangkep, dan Jeneponto.

Sayangnya pada eksisting data, Kabupaten Wajo berada di peringkat delapan dengan nilai 2.38 poin. Sementara nilai tertinggi diraih Kabupaten Kepulauan Selayar di titik 2.91 poin, menyusul Parepare, Barru, Sinjai, dan Takalar.

Pada survey publik, Kabupaten Wajo lagi-lagi harus berpuas diri berada di urutan ketiga terbawah dengan nilai 11.57 poin. Luwu Timur yang justru mendapatkan apresiasi tertinggi dari masyarakat dengan perolehan nilai 15.86 poin. Survey publik ini berasal dari penilaian 10 kelompok masyarakat umum mengenai kinerja pemerintah kabupaten-kota dalam bidang pemerataan ekonomi. Pertanyaan-pertanyaannya mencakup upaya-upaya pemerintah daerah dalam pemerataan ekonomi, memperkecil kesenjangan pendapatan, pemerataan akses modal, serta efisiensi penyediaan sarana prasarana.

Meski dari ketiga penilaian di atas, Kabupaten Wajo hanya berhasil duduk di jejeran teratas pada salah satu dari tiga tahap penilaian, namun akumulasi nilai ketiganyalah yang akhirnya mengantarkan kabupaten SUTERA ini sebagai pemenang untuk kategori bidang Pemerataan Ekonomi sekaligus berhak mendapatkan grand award kategori Kehidupan Ekonomi.

Sejuta Kantong Air pada dasarnya bukanlah program yang benar-benar baru. Program ini sebenarnya sudah ada bertahun-tahun yang lalu, jauh sebelum tampuk pemerintahan dipegang bupati saat ini, A. Burhanuddin Unru. Hanya saja saat itu program yang dilaksanakan masih sebatas program satuan kerja perangkat daerah dan belum memiliki tim kerja.

Masalah ketersediaan air yang masih belum terpecahkan memaksa pemerintah daerah di tahun 2009 untuk bergerak memikirkan ide dan cara baru dalam menemukan sumber-sumber air. Akhirnya dibentuklah program Sejuta Kantong Air dan kemudian diperkuat dengan pembentukan tim yang beranggotakan dinas pertanian, dinas kehutanan, dinas prasarana dan sumber daya air, bappeda, dan beberapa satuan kerja lainnya. Pembentukan tim lintas instansi sekaligus sebagai bukti komitmen atas keseriusan pemerintah daerah dalam menangani permasalahan ini.

Secara topografi daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Soppeng dan Bone ini mempunyai kemiringan lahan cukup bervariasi mulai dari datar, bergelombang hingga berbukit. Sementara secara morfologi, 77% daerah ini mempunyai ketinggian lahan di atas delapan meter dari permukaan laut (dpl). Dalam khasanah lontara Wajo, kondisi tiga dimensi ini diungkapkan sebagai daerah yang terbaring dengan posisi “Mangkalungu RibuluE, Massulappe Ripottanangnge, Mattodang Ritasi/TapparengE”.

Wajo sebenarnya bukanlah daerah yang miskin sumber air. Dengan tujuh sungai besar yang melintas, 14 sungai sedang, puluhan sungai-sungai kecil, 27 buah danau, serta puluhan ribu air-air tanah siap gali, Wajo memiliki “simpanan” air yang cukup untuk mengairi 86 ribu hektar sawahnya. Hanya saja faktor topografi dan morfologi daerah yang menyebabkan sawah masyarakat jauh lebih tinggi dibanding sumber-sumber air yang tersedia. Kondisi demikian ini menjadikan hanya duabelas ribu hektar sawah saja yang terairi, selebihnya merupakan sawah tadah hujan.

Langkah pemerintah daerah dengan membentuk Tim Sejuta Kantong Air merupakan langkah tepat – bahkan seharusnya langkah ini diambil jauh-jauh hari sebelumnya – dalam mengatasi persoalan ‘menaikkan’ air. Langkah perangkat teknis daerah sudah jauh lebih ringan karena kini mereka bahu membahu mengatasi sawah tadah hujan.

Pembangunan sejuta kantong air pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk menampung air, baik air hujan maupun aliran permukaan dan air sungai atau air dalam melalui bantuan pompa. Volume daya tampung kantong air bervariasi dari ukuran kecil (lubang resapan biopori), ukuran sedang (embung, teppo, situ), dan ukuran besar (dam penahan, dam pengendali, cekdam, dan danau). Sumber air tampungan berasal dari air hujan seperti umpen, teppo, dam, danau, maupun lubang resapan biopori. Sedangkan yang berasal dari air sungai dengan bantuan pompa (kalobeng, embung atau situ). Begitu juga yang berasal dari dalam tanah melalui bantuan pompa.

Hingga awal tahun 2011 sekira 100 kantong air telah dibangun dengan ukuran dan lokasi yang tersebar di berbagai tempat dan mampu mengairi ribuan hektar sawah. Kantong-kantong tersebut belum termasuk normalisasi sungai sepanjang 17 kilometer dan penggalian kembali 27 rawa yang terdapat di sekitar Sungai Cenrana. Bahkan pembangunan Bendung Pasalloreng yang menghabiskan anggaran ratusan miliar – saat ini masih dalam tahap pembebasan lahan – merupakan bagian dari program Sejuta Kantong Air.

Keseriusan pemerintah daerah menggarap program menular ke masyarakat. Dengan kesadaran penuh mereka berpatisipasi membantu pemerintah membuat kantong-kantong air sendiri. Jika dibutuhkan, pemerintah daerah memberikan pinjaman bantuan alat berat. Pepatah “siapa yang menabur, dia yang menuai” terbukti; Kabupaten Wajo mampu surplus beras di tahun 2011. Surplus beras serta kolaborasi harmonis antar satuan kerja dengan masyarakat dan antar satuan kerja dengan satuan kerja lainnya membuat daerah ini memang layak menjadi pemenang. (m_milawaty@yahoo.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar