Rabu, 13 Juli 2011

Sukmaku di Tanah Makassar

Sukmaku di tanah Makassar
Negeri Bayang-bayang
Negeri timur matahari terbit

……………………………………..

Sukmaku di tanah Makassar
bersayap angin mammiri

bersiul membelai kota dengan nilai-nilai

(Sukmaku di Tanah Makassar)

Sepenggal puisi karya Asia Ramli Prapanca di atas menyiratkan kecintaan penyair terhadap Makassar – ibukota Propinsi Sulawesi Selatan – sekaligus menggambarkan keindahan Makassar melalui idiom-idiom tradisinya.

Makassar memang indah. Keindahan itu akan nampak semakin indah saat langkah kaki mengayun ke wilayah pasang surut, tepatnya di Kelurahan Cambaya Kecamatan Ujung Tanah. Tak ada lagi dengungan lalat pada tumpukan sampah di sudut jalan yang menebarkan bau menyengat. Tak ada lagi rasa mual tatkala saraf-saraf penciuman hinggap pada selokan yang menghitam di setiap rumah.

Kini semuanya berubah. Rumpun-rumpun bunga beraneka warna dan jenis menghiasi setiap beranda rumah. Cantik meski hanya dengan pot sederhana berbahan aneka sampah plastik olahan. Pun selokan yang telah mengalirkan air jernih dan tertutup papan ditumpangi berbagai macam tanaman. Sudut-sudut jalan berubah menjadi taman mungil. Jalan setapak pun menjadi area bermain anak-anak yang menyenangkan.

Inovasi berupa irigasi tetes untuk kebutuhan air tanaman hias menjadi salah satu kebanggan warga di wilayah ini. Warga cukup mengikat botol plastik di sebuah kayu dengan posisi terbalik dan mulut botol yang telah dilubangi menghadap tanaman. Untuk sumber air mereka cukup mengisi botol dengan air cucian beras.

Perubahan di atas tidak terjadi begitu saja. Butuh waktu sekira dua tahun untuk merubah pola pikir masyarakat sekaligus melakukan aksi di lapangan. Kreasi yang membanggakan ini tercipta berkat kerjasama Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota, Yayasan Anak Negeri, dan partisipasi warga melalui program Pengelolaan Sanitasi Persampahan Wilayah Pasang Surut.

Selain keindahan, Makassar juga memiliki sisi suram yang klasik dan jamak terjadi di wilayah negara bagian manapun. Kemiskinan memang menjadi masalah pelik di kota yang bertag line Menuju Kota Dunia ini. Di tahun 2006 lalu angka kemiskinan mencapai tujuh persen. Ini berarti terdapat 68 ribu orang miskin tersebar di Kota Daeng ini. Namun di penghujung tahun 2009 jumlah orang miskin berkurang sekira lima ribu orang dan menyisakan 62 ribu orang miskin lainnya.

Berkurangnya tingkat kemiskinan dari 7.04 menjadi 5.36 persen tidak lain akibat beragamnya program-program pengentasan kemiskinan yang digeber pemerintah kota bersama-sama dengan pemerintah propinsi dan pusat. Salah satunya Program Penanggulangan Kemiskinan Kota Makassar yang dilaksanakan sejak 2006 lalu. Program ini dilaksanakan secara terpadu yang melibatkan hampir sebagian besar unit kerja dan menghabiskan anggaran lebih dari 100 miliar.

Masih terkait dengan kemiskinan, Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar yang menjadi payung usaha kecil memberikan dana segar tanpa bunga bagi usaha kecil yang sulit menembus akses perbankan. Jangka waktu pengembalian pun selama tiga tahun. Sayangnya niat mulia pemerintah belum diimbangi dengan tingkat pengembalian dana oleh masyarakat peminjam. Hingga akhir 2010, total dana APBD yang bergulir sebanyak Rp3.657 miliar, sementara total dana yang kembali baru mencapai Rp513.682 juta. Hal ini tidak terlepas dari kondisi penerima bantuan yang ternyata tidak mampu mempertahankan usahanya sehingga tentunya menyulitkan mereka mengembalikan dana pinjaman.

Keadaan ini tentunya bukan menjadi alasan bagi pemerintah untuk menghentikan bantuan. Terlebih usaha-usaha kecil makin bertumbuh setiap tahunnya dan makin membutuhkan perhatian dari pemerintah. Akhirnya pemerintah memutuskan menggandeng LSM Fokus melakukan pendampingan dana bergulir melalui Program Entrepreneur. Dalam program ini, UKM dan koperasi calon penerima diberi training dan pelatihan kewirausahaan selama 6 bulan. Tujuannya tidak lain agar mereka mengerti seluk beluk dunia usaha dan mampu merencanakan serta mengatur keuangan usaha.

Kemiskinan bukan hanya kekurangmampuan masyarakat dalam mengakses sumber-sumber keuangan, namun juga keterbatasan mereka dalam mengakses layanan publik, semisal pendidikan, kesehatan, serta layanan administrasi perizinan dan kependudukan. Di bidang pendidikan, melalui Program Sekolah Bersubsidi Penuh, jaminan siswa miskin untuk terus bersekolah diperkuat dengan diberikannya perlengkapan sekolah. Bantuan beasiswa miskin ikut memberi warna dan harapan baru bagi mereka.

Dinas Pendidikan terus bekerja mensukseskan program. Gayung bersambut. Dukungan program dari dinas lain akhirnya muncul satu demi satu. Melalui Program Anak Makassar Sehat dan Cerdas yang digagas Dinas Kesehatan, para siswa miskin mendapatkan makanan tambahan telur, madu, dan susu setiap Senin, Rabu, dan Jumat. Dinas Pariwisata pun tak tinggal diam dan ikut serta melalui Wisata Pendidikan yang menyertakan siswa-siswa miskin di berbagai tempat bersejarah di Kota Makassar.

Kota Makassar memang ibarat magnet yang menarik minat siapa saja untuk merasakan manisnya kehidupan kota. Kebebasan dan modernisasi merupakan dua kawan seiring yang kerap terdapat di kota-kota besar, termasuk Makassar. Atas nama modernisasi pula, pergaulan bebas kerap terjadi, tak terkecuali sex bebas. HIV-AIDS pun tak terhindarkan. Hingga penghujung akhir 2010 tercatat 3.058 kasus HIV-AIDS. Tren penularan akibat hubungan seks bebas makin meningkat dalam dua tahun terakhir. Sisanya penyalagunaan NAPZA melalui penggunaan jarum suntik, serta melalui hubungan homoseksual.

Guna mencegah dan menanggulangi HIV/AIDS serta penyebarannya, Dinas Kesehatan melalui puskesmas-puskesmas melakukan serangkaian kegiatan yang terdiri dari pemberian metadon melalui harm reduction, pengadaan klinik VCT (Voluntary Conceling and Testing) dan klinik IMS, serta pembentukan pokja penanggulangan HIV/AIDS di tiap kecamatan. Upaya-upaya tersebut memang tidak serta merta menghentikan laju pertumbuhan gunung es HIV/AIDS. Namun paling tidak terdapat upaya untuk mencegah penularan agar korban yang tidak tahu dan tidak sadar tidak terus berjatuhan.

Begitulah sekelumit penggambaran mengenai Makassar. Selalu ada ruang rindu untuk kembali ke sana. Sama halnya yang digambarkan Asia Ramli dalm puisinya di atas. (mylaffayza@ymail.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar