Minggu, 17 April 2011

PERSEPSI ANGGOTA DPRD TERHADAP KINERJA LAYANAN KESEHATAN DAERAH DI SULSEL

Pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Hal ini diperkuat lagi dalam Pasal 40 yang menegaskan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebagai salah satu penyelenggaran pemerintah daerah, bagaimana sebenarnya persepsi DPRD mengenai kinerja layanan kesehatan di daerah masing-masing? Berikut laporannya.

Oleh :

Milawaty (Peneliti FIPO)

Dalam implementasinya, peran DPRD diwujudkan kedalam tiga fungsi; legislasi, anggaran, dan pengawasan. Sebagai fungsi pengawasan, salah satu tugas DPRD adalah pengawasan terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah. Salah satu tujuannya adalah kinerja pemerintah daerah sedang atau telah mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Pengawasan terhadap pelaksanaan program pemerintah daerah merupakan hal yang krusial, terlebih terhadap program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat luas. Salah satu lingkup pengawasan DPRD adalah kinerja pelayanan kesehatan.

Masalah kesehatan yang dihadapi dewasa ini, seperti perbedaan status kesehatan antara daerah, rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin, beban ganda penyakit, masih rendahnya kualitas, kuantitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan, merupakan tantangan-tantangan nyata yang dihadapi selama era otonomi daerah ini. Selain itu, pelayanan kesehatan juga dihadapkan pada rendahnya kondisi kesehatan lingkungan, serta masalah pendanaan kesehatan.

Hal-hal di atas menjadi beberapa dari sekian banyak faktor penentu keberhasilan layanan kesehatan. FIPO memetakan setidaknya terdapat 21 faktor penentu secara umum, mulai dari lokasi hingga komplain kesehatan. Pemetaan itu pula yang dimasukkan dalam survei publik yang telah digelar November 2009 hingga Maret 2010 lalu pada 23 kabupaten-kota di Sulawesi Selatan. Salah satu kelompok responden yang menjadi objek penelitian adalah 230 orang anggota DPRD yang memersepsikan layanan kesehatan di daerah mereka masing-masing.

Data yang berhasil dikumpulkan menggunakan pengukuran data ordinal dengan bobot hitung 1 sampai 5 yang didasarkan pada kategori sangat baik hingga sangat buruk.

Ada empat faktor yang menjadi fokus dalam penulisan ini; lokasi sarana kesehatan, kualitas layanan, alokasi anggaran, dan jumlah tenaga kesehatan. Keempatnya diambil dengan pertimbangan keempat faktor ini adalah faktor yang kerapkali dituding sebagai sumber dari kegagalan daerah dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakatnya.

Hasil survei publik menunjukkan dari keempat faktor diteliti, anggota DPRD memersepsikan faktor lokasi sarana kesehatan memiliki nilai rata-rata tertinggi, disusul berturut-turut kualitas layanan, alokasi anggaran dan jumlah tenaga kesehatan. Persepsi anggota dewan menunjukkan program layanan kesehatan pemerintah daerah dalam kondisi buruk hingga sangat baik.

Jika ditelusuri lebih lanjut, untuk lokasi sarana kesehatan, Kabupaten Soppeng mampu memberikan layanan lokasi terbaik dibandingkan daerah lainnya. Sementara Kabupaten Pinrang mau tak mau harus duduk di peringkat terbawah.

Pada kualitas layanan, Kabupaten Jeneponto bersama-sama dengan Kabupaten Soppeng berhasil meraih nilai tertinggi, sementara persepsi terendah diraih Kabupaten Maros. Untuk faktor alokasi anggaran, Kabupaten Luwu Timur menjadi yang terbaik, sementara Kabupaten Bone justru sebaliknya. Demikian pula pada faktor jumlah tenaga kesehatan, Luwu Timur masih menduduki peringkat pertama, sementara Kabupaten Sidrap terpaksa harus berada di urutan nomor buncit.

Melampaui Standar Ideal WHO

Lokasi sarana kesehatan, baik puskesmas, RSUD, pustu, poskesdes, posyandu, maupun polindes merujuk pada lokasi yang semakin mudah dijangkau dan merata. 230 anggota dewan di Sulawesi Selatan memersepsikan lokasi sarana kesehatan berada pada tataran baik dan sangat baik. Ini terlihat dari kurun waktu 2006 hingga 2008 terdapat penambahan 79 puskesmas, 103 pustu, dan 1.784 posyandu baru di Sulawesi Selatan.

Sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Departemen Kesehatan Indonesia, satu puskesmas idealnya melayani 30.000 jiwa. Jika mengacu pada standar ideal ini, seluruh kabupaten-kota di Sulawesi Selatan telah berhasil jauh melampaui standar, bahkan beberapa diantaranya mampu menambah puskesmas tiga hingga delapan kali lipat lebih besar dibanding nilai standar. Tujuannya tentu saja mendekatkan sarana kesehatan akibat sebaran penduduk yang tidak merata di berbagai tempat.

Oleh karena secara kuantitas jumlah puskesmas sudah memadai, maka yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana sebaran puskesmas tersebut mampu menjangkau wilayah-wilayah terpencil seperti daerah pelosok, pegunungan, maupun daerah kepulauan.

Maros, Takalar, Luwu, dan Parepare masih memprihatinkan

Kualitas pelayanan kesehatan dalam konsep FIPO mengacu pada kemampuan pemberi layanan kesehatan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar profesi kesehatan dan dapat diterima oleh pasiennya. Anggota dewan memersepsikan kualitas pelayanan kesehatan mulai dari buruk sampai sangat baik. Yang menarik, di antara 23 kabupaten-kota di Sulsel, Kabupaten Maros, Takalar, Luwu, dan Kota Parepare masih dinilai buruk oleh anggota DPRD dalam pemberian layanan kesehatan.

Sekedar membandingkan, Harian Tribun pada Februari 2009 lalu mengangkat pelayanan Puskesmas Cenrana Kabupaten Maros yang buruk. Harian Fajar pun pada 18 September 2010 lalu menuliskan pandangan Ketua Komisi III DPRD Maros mengenai banyaknya keluhan masyarakat atas jamkesda dan jamkesmas. Sementara kekurangan tenaga medis dan paramedis di Kabupaten Luwu menjadi salah satu sebab masih belum maksimalnya kualitas layanan tenaga kesehatan. Demikian pula dengan Parepare yang kekurangan tenaga paramedis.

Alokasi Anggaran Belum Ideal

Penilaian anggota DPRD perihal alokasi anggaran menempatkan Kabupaten Bone, Sidrap, Bulukumba, Makassar, Parepare, dan Takalar dengan komitmen anggaran yang masih buruk. Sementara Kabupaten Soppeng dan Luwu Timur dipersepsikan sangat baik.

Amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Pasal 171 mengalokasikan anggaran kesehatan pemerintah kabupaten/kota sebesar 10% dari APBD di luar gaji. Jika acuan ini dijadikan dasar, maka komitmen anggaran kesehatan keenam kabupaten-kota di atas masih belum mampu mencapai alokasi ideal. Bahkan kabupaten lain pun tidak, kecuali Kabupaten Enrekang yang menjadi satu-satunya kabupaten yang mampu memenuhi standar alokasi anggaran.

Bulukumba, Bantaeng, Sidrap, dan Sinjai Masih Kekurangan Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan dalam lingkup penelitian FIPO mencakup tenaga medis, paramedis, dan dokter spesialis. Persepsi anggota DPRD menyangkut jumlah tenaga kesehatan sudah baik secara umum, hanya saja saat persepsi ini dirinci per kabupaten-kota, nampak anggota DPRD Bulukumba, Bantaeng, Sinjai, Sidrap, Takalar, dan Maros menilai komposisi tenaga kesehatan di daerah mereka masih buruk.

Hasil olah data kuantitaf jumlah tenaga kesehatan mendapatkan persepsi yang hampir sama dengan anggota DPRD. Berdasarkan Profil Kesehatan Sulsel 2008, perbandingan ideal antara tenaga medis dan jumlah penduduk 1:5263 dan tenaga paramedis 1:850.

Mengacu pada nilai ideal di atas, berarti beberapa kabupaten/kota telah mampu mencapai target dan beberapa daerah lagi belum. Kekurangan tenaga yang diklaim kabupaten-kota selama ini semata didorong oleh penyebab tenaga kesehatan yang lebih banyak terpusat di ibukota kabupaten dan kecamatan.

Berdasarkan persepsi anggota DPRD sekaligus mengacu pada Profil Kesehatan Sulsel, Kabupaten Bulukumba masih kekurangan tenaga medis dan paramedis, sementara Kabupaten Bantaeng, Sidrap, dan Sinjai masih harus menambah tenaga medis.

Dari keempat faktor di atas, satu hal yang patut dikaji adalah anggota DPRD selaku penyelenggara pemerintah daerah tidak melulu memberikan penilaian positif atas kinerja pembangunan. Transparansi membuka mata mereka untuk berucap jujur sejauh mana peran mereka sebagai wakil rakyat mampu membawa masyarakat ke arah pembangunan yang lebih baik. (m_milawaty@yahoo.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar