Minggu, 08 November 2009

Kredit Tanpa Agunan : Solusi Pemberdayaan Kelompok Nelayanan olusi

Kabupaten Sinjai dikenal dengan potensi daerah yang menjanjikan. Selain penghasil berbagai komoditi di sektor perkebunan dan kehutanan, kabupaten yang terletak di Sulawesi Selatan ini juga boleh berbangga dengan sumber daya lautnya. Beragam keragaman dan kakayaan hayati tumpah di ruah di kabupaten ”Bersatu” ini. Sebut saja rumput laut. Rumput laut menjadi potensi perekonomian kelompok nelayan yang sangat menjanjikan bagi pertumbuhan pendapatan masyarakat lokal. Pintu pun terbuka lebar bagi para investor.

Rumput laut merupakan komoditi hasil laut yang menjanjikan. Aneka jenis rumput laut dapat tumbuh dan dibudidayakan di perairan Indonesia. Menanam rumput laut sangat mudah karena tergolong komoditas yang berumur pendek dan hasilnya menggiurkan. Dalam waktu dua bulan, rumput laut sudah bisa dipanen dan menghasilkan puluhan ton rumput laut kering. Karena itu petani yang membudidayakan rumput laut tidak pernah merugi. Harga yang bagus disertai masa pembudidayaan yang pendek membuat sebagian masyarakat pesisir di Sulsel juga tidak lagi bergairah menangkap ikan. Sebab, potensi ikan di laut semakin terbatas, sedangkan perahu penangkapan bertambah banyak dan menggunakan alat tangkap yang canggih. Akibatnya, volume ikan yang ditangkap terus berkurang. Hal itu otomatis berdampak terhadap jumlah pendapatan setiap nelayan sehingga budidaya rumput laut dianggap sebagai pilihan yang baik bagi masa depan.

Rumput laut memiliki 27 marga. Apabila komoditas tersebut diolah lebih lanjut, ia dapat menghasilkan kurang lebih 500 jenis produk komersial. Mulai dari agar-agar, pakan ternak, makanan, obat-obatan, kosmetik, pasta gigi, sampo, kertas, tekstil, hingga minyak pelumas pada pengeboran sumur minyak. Pemanfaatan rumput laut di Indonesia telah dimulai tahun 1920, tetapi penggunaannya masih terbatas pada obat-obatan dan makanan dengan cara pengolahan yang tradisional. Salah satu khasiat adalah antitumor, menurunkan tekanan darah, dan mengatasi gangguan kelenjar. Itu sebabnya, sebagian kalangan mengklaim rumput laut sebagai "tanaman dewa".

Di Sinjai, potensi luas area untuk budidaya rumput laut sebesar 360 ha, sedangkan potensi yang dikembangkan baru sebesar 45 ha di gugusan Kepulauan Sembilan dan Tellulimpoe. Di gugusan Kepulauan Sembilan, Sinjai, Sulawesi Selatan banyak nelayan yang beralih pekerjaan menjadi petani rumput laut. Disebut begitu karena jumlah pulaunya memang ada sembilan buah. Ke-9 pulau itu adalah Burungloe, Liang-liang, Kambuno, Kodingare, Batanglampe, Katindoang, Kanalo 1, Kanalo 2, dan Larearea. Pulau-pulau itulah yang secara administratif berada dalam satu Kecamatan Pulau Sembilan. Jarak antara daratan dan pulau terdekat sekitar 13 kilometer.

Di pulau yang berpenduduk sekitar 10 ribu jiwa ini rumput laut menjadi penopang utama ekonomi masyarakat. Namun, seperti halnya di tempat lainnya, masalah utama yang seringkali dihadapi bagi masyarakat terlebih bagi masyarakat yang tidak berada di pusat kota adalah aspek permodalan, dan keterbatasan penguasaan faktor-faktor produksi seperti pembekalan teknis keahlian keterampilan, serta akses pasar.

Selayaknya peran pemerintah untuk menggali, mengembangkan, memberdayakan, dan memfasilitasi potensi/sentra ekonomi guna mengatasi problematika ekonomi lokal. Inilah yang telah ditempuh oleh Dinas Kelautan & Perikanan. Potensi besar rumput laut pun digali dan dikembangkan. Selain mendorong pembudidayaan, instansi ini juga makin giat menggalang penelitian dan pengkajian, mulai dari pembibitan, pemeliharaan, perawatan, produksi, pemasaran, dan pengolahan produk. Termasuk tentang tata cara pemanfaatan, penyuluhan, penggalangan dana bagi petani, dan penjaringan investasi. Melalui kelompok-kelompok binaan yang tersebar di beberapa tempat, utamanya kelompok-kelompok nelayan di gugusan Kepulauan Sembilan, pemberdayaan perekonomian masyarakat nelayan mulai dari pembinaan, pemberian keterampilan, serta pemberian bantuan peralatan difasilitasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan. Terlebih lagi rumput laut menjadi penopang utama pencarian penduduk pulau Sembilan. Kepedulian pemerintah tidak berhenti sampai di situ saja. Menyadari bahwa salah satu kendala utama dalam pengembangan rumput laut adalah keterbatasan modal sehingga tidak jarang tengkulak menjadi pilihan mereka dengan suku bunga kredit mencapai 10% per bulan. Kondisi ini membuka mata dan hati pemerintah dan pengelola perbankan untuk peduli pada sektor kelautan dan perikanan. Untuk menghindari ketergantungan nelayan pada tengkulak maka pemerintah melalui Dinas Kelautan & perikanan menjadi lembaga penjamin (avalist) bagi masyarakat nelayan pengembangan kawasan budidaya rumput laut.

Tahun 2007 MoU dibuat dengan Bank Sulsel dan langsung dapat diimplementasikan pada tahun itu juga. Dana Penguatan Modal (DPM) adalah dana yang nantinya akan disalurkan kepada anggota Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) yang telah terdaftar dan terbina pada dinas dan diperuntukkan bagi Program Pengembangan Kawasan Budidaya (Revitalisasi Budidaya Rumput Laut). Bank Sulsel bertindak sebagai bank pelaksana yang didasarkan pada rekomendasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Sinjai.
Konsep pengajuan dana cukup sederhana:
1. Membuat kesepakatan / pembicaraan antar nelayan untuk membentuk Pokdakan
(Kelompok Pembudidaya Ikan) yang terdiri dari 10 – 15 orang.
2. Nama kelompok Pokdakan yang telah dibentuk diserahkan ke UPP
3. UPP melakukan verifikasi dan selanjutnya dibuat proposal
4. Proposal ditandatangani oleh Tenaga Pendamping Tekonologi (TPT) Ditjen Perikanan Budidaya, kepala desa, ketua, sekretaris, dan bendahara Pokdakan (Kelompok Pembudidaya Ikan)
5. Kepala Dinas Kelautan & Perikanan mempelajari lebih lanjut kelayakan usaha. Setelah persyaratan kelayakan dianggap cukup maka dinas mengeluarkan rekomendasi.
6. Proposal dibawa ke Bank Sulsel untuk dilakukan verifikasi selanjutnya.
7. Pada saat proposal disetujui oleh pihak bank, pencairan dana dilakukan oleh ketua Pokdakan.

Karena diperuntukkan bagi kegiatan usaha kecil maka jumlah kredit usahanya juga tidak terlalu besar dengan masa kredit maksimal 2 tahun dengan suku bunga 0,5% per bulan. Selain itu cara pembayarannya disesuaikan dengan kemampuan penerima kredit, apakah mereka akan membayar setiap bulan atau setiap tiga bulan.
Langkah yang dilakukan oleh Dinas Kelautan & Perikanan merupakan satu langkah maju dan terbukti dengan berdirinya banyak Pokdakan di tempat-tempat yang menjadi daerah binaan dinas. Dana Penguatan Modal untuk tahun 2008 sebesar 1,5 milyar digulirkan kepada daerah-daerah binaan dengan tujuan mereka mampu menjadi pengusaha kecil yang mandiri. Semangat untuk mendorong masyarakat nelayan untuk berusaha melalui lembaga penjaminan kredit adalah terobosan berani yang pro terhadap masyarakat kecil. Dalam sebulan masyarakat nelayan bisa menghasilkan minimal 250 ton rumput laut kering dengan harga tertinggi 5.000/kg. Dari membudidayakan rumput laut mereka dapat meningkatkan taraf hidup keluarga jauh lebih baik daripada menjadi nelayan.
Kemudahan yang telah diberikan dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Sinjai ini bukan tanpa hambatan. Untuk meminimalkan terjadinya masalah sehubungan dengan kredit usaha yang telah berjalan selama dua tahun ini, maka maksimal total tunggakan kredit di Bank Sulsel tidak boleh melebihi ambang batas Rp. 50 juta. Untuk itu ketua Pokdakan yang bertanggung jawab atas kelancaran kredit tiap anggotanya. Bank Sulsel Cabang Sinjai hingga akhir Oktober berhasil menyalurkan kredit ke kelompok nelayan budi daya rumput laut sebesar Rp 912 juta. ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar